Hadits-Hadits Tentang Zina

Hadits 1

[arabic-font]لا يحل دم امرئ مسلم ، يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، إلا بإحدى ثلاث : النفس بالنفس ، والثيب الزاني ، والمفارق لدينه التارك للجماعة[/arabic-font]

Seorang muslim yang bersyahadat tidak halal dibunuh, kecuali tiga jenis orang: ‘Pembunuh, orang yang sudah menikah lalu berzina, dan orang yang keluar dari Islam‘” (HR. Bukhari no. 6378, Muslim no. 1676)

Catatan: Para ulama menjelaskan bahwa hak membunuh tiga jenis orang di sini tidak terdapat pada semua orang.

Hadits 2

[arabic-font]إن من أشراط الساعة : أن يرفع العلم ويثبت الجهل ، ويشرب الخمر ، ويظهر الزنا[/arabic-font]

“Tanda-tanda datangnya kiamat diantaranya: Ilmu agama mulai hilang, dan kebodohan terhadap agama merajalela, banyak orang minum khamr, dan banyak orang yang berzina terang-terangan” (HR. Bukhari no.80)

Hadits 3

[arabic-font]ان رجلا من أسلم ، جاء النبي صلى الله عليه وسلم فاعترف بالزنا ، فأعرض عنه النبي صلى الله عليه وسلم حتى شهد على نفسه أربع مرات ، قال له النبي صلى الله عليه وسلم : ( أبك جنون) . قال : لا ، قال : ( آحصنت ) . قال : نعم ، فأمر به فرجم بالمصلى ، فلما أذلقته الحجارة فر ، فأدرك فرجم حتى مات . فقال له النبي صلى الله عليه وسلم خيرا ، وصلى عليه[/arabic-font]

Ada seorang lelaki, yang sudah masuk Islam, datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengakui dirinya berbuat zina. Nabi berpaling darinya hingga lelaki tersebut mengaku sampai 4 kali. Kemudian beliau bertanya: ‘Apakah engkau gila?’. Ia menjawab: ‘Tidak’. Kemudian beliau bertanya lagi: ‘Apakah engkau pernah menikah?’. Ia menjawab: ‘Ya’. Kemudian beliau memerintah agar lelaki tersebut dirajam di lapangan. Ketika batu dilemparkan kepadanya, ia pun lari. Ia dikejar dan terus dirajam hingga mati. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan hal yang baik tentangnya. Kemudian menshalatinya” (HR. Bukhari no. 6820)

Hadits 4

[arabic-font]لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن[/arabic-font]

Pezina tidak dikatakan mu’min ketika ia berzina” (HR. Bukhari no. 2475, Muslim no.57)

Hadits 5

[arabic-font]تغريب الزاني سنة[/arabic-font]

Mengasingkan pezina itu sunnah” (HR. Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 8/349)

Hadits 6

[arabic-font]قال أبو هريرة : الإيمان نزه فمن زنا فارقه الإيمان ، فمن لام نفسه وراجع راجعه الإيمان[/arabic-font]

Abu Hurairah berkata: “‘Iman itu suci. Orang yang berzina, iman meninggalkannya. Jika ia menyesal dan bertaubat, imannya kembali‘” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Syu’abul Iman, di-shahihkan Al Albani dalam Takhrij Al Iman, 16)

Profile

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS At Tiin:4)

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, …” (QS. At Tahrim:6)

Anak adalah generasi penerus bangsa dan agama. bagaikan lembaran putih, corak dan warna yang akan terbentuk tergantung pada pendidikan yang diberikan sejak dini.

Masa kanak-kanak    adalah masa bermain. Pada masa ini pertumbuhan sel-sel otak sangatlah pesat sesuai dengan umur anak:

  • 0-4 tahun dengan tingkat perkembangan otak 50%
  • 4-8 tahun dengan tingkat perkembangan otak 30%
  • 8-12 tahun dengan tingkat perkembangan otak 20%

Penerimaan siswa baru

  1. Kurikulum

Berdasarkan kurikulum Depdiknas 1994 yang diperbaharui dan GBPP 1999 ditambah materi pelajaran diniyyah yang kami bingkai dengan metode sentra dalam suasana yang menyenangkan bagi anak.

  • Sentra persiapan
    • Belajar membaca, menulis dan berhitung
  • Sentra Kreasi
    • Mengembangkan kreasi, seni dan intuisi anak
  • Sentra Imajinasi
    • Mengembangkan imajinasi anak dan melatih kemampuan berbahasa
  • Sentra Eksplorasi
    • Mengembangkan dan menjawab rasa ingin tahu anak yang begitu besar dalam eksperimen-eksperimen menakjubkan
  • Sentra Rancang Bangun
    • Mengembangkan bakat artistik anak dalam bidang rancang bangun dengan media balok
  • Sentra Ibadah
    • Mengajarkan anak tentang aqidah, ibadah, akhlak, siroh dan sebagainya.
  1. Waktu Belajar
    1. Senin -kamis: 07.00-10.30
    2. jumat: 07.00-10.00

Halaman Masjid, dan Jual Beli

Penjelasan lanjutan dari pembahasan Berjualan di Halaman Masjid. Semoga bermanfaat.

[arabic-font]رحبة المسجد[/arabic-font]

Halaman Masjid

[arabic-font]الرحبة: بفتح الراء وسكون الحاء أو بفتحهما: الأرض الواسعة، ورحبة المكان: ساحته ومتسعه وجمعه: رحاب.
ورحبة المسجد: ساحته و صحنه (المصبح المنير 1|222 مادة (رحب) وإكمال إكمال المعلم 3|288).[/arabic-font]

Rohbah atau rohabah adalah tanah yang luas. Jika kata-kata rohbah dikaitkan dengan tempat tertentu maknanya adalah halaman yang luas dari tempat tersebut.

Sehingga pengertian rohbah masjid adalah halaman masjid. (Mishbah al Munir 1/222 dan Ikmal Ikmal al Mu’allim 3/288).

[arabic-font]واختلف أهل العلم في دخولها مسمي المسجد وخروج المعتكف إليها على الأقوال الآتية:[/arabic-font]

Para ulama berselisih pendapat apakah halaman masjid itu termasuk masjid ataukah tidak. Konsekuensi hal ini adalah apakah orang yang sedang iktikaf boleh keluar dari ruang utama masjid lalu berada di halaman masjid tanpa menyebabkan batalnya iktikafnya ataukah tidak. Ada tiga pendapat tentang hal ini.

[arabic-font]القول الأول: إن كانت متصلة بالمسجد داخلة في سوره فهي من المسجد وإن كانت غير متصلة به ولا محوطة بسياجه فليست منه.[/arabic-font]

Pendapat pertama, jika halaman masjid tersebut bersambung dengan masjid dan berada di dalam pagar masjid maka halaman masjid tersebut adalah bagian dari masjid. Namun jika halaman tersebut tidak bersambung dengan masjid dan tidak berada di dalam pagar masjid maka halaman tersebut bukanlah bagian dari masjid.

[arabic-font]وبه قال الشافعية وهو رواية عن أحمد وبه قال القاضي من الحنابلة.[/arabic-font]

Inilah pendapat para ulama bermazhab Syafii, salah satu pendapat Imam Ahmad dan pendapat yang dipilih oleh Qadhi Abu Ya’la salah seorang ulama bermazhab Hanbali.

[arabic-font]قال النووي: المراد بالرحبة ما كان مضافا إلى المسجد محجرا عليه وهو من المسجد نص الشافعي على صحة الاعتكاف فيها (المجموع 6|507)[/arabic-font]

An Nawawi asy Syafii mengatakan, “Yang dimaksud dengan halaman masjid adalah areal yang melekat pada bangunan masjid dan berada di dalam pagar masjid. Halaman masjid semisal ini adalah bagian dari masjid. Dengan tegas Imam Syafii mengatakan sahnya iktikaf di halaman masjid semisal ini” (al Majmu’ 6/507).

[arabic-font]وقال المردوي: رحبة المسجد ليست منه علي الصحيح من المذهب والروايتين … وعنه- أي الإمام أحمد- أنه منه… وجمع القاضي بينهما في موضع من كلامه فقال: إن كانت محوطة فهي منه وإلا فلا… وقدم هذا الجمع في المستوعب وقال: من أصحابنا من جعل المسألة على روايتين والصحيح أنها رواية واحدة على اختلاف الحالين أهـ. (الإنصاف 3| 364).[/arabic-font]

Al Mardawi al Hanbali mengatakan, “Halaman masjid itu bukanlah bagian dari masjid menurut pendapat yang benar dalam mazhab Hanbali dan pendapat yang dinilai paling kuat diantara dua pendapat Imam Ahmad dalam masalah ini. Pendapat Imam Ahmad yang lain mengatakan bahwa halaman masjid adalah bagian dari masjid. Qadhi Abu Ya’la berusaha memadukan dua pendapat Imam Ahmad ini dengan mengatakan bahwa jika halaman masjid itu berada di dalam pagar masjid maka halaman masjid adalah bagian dari masjid. Jika tidak maka tidak. Pendapat Qadhi Abu Ya’la ini dinilai sebagai pendapat yang tepat dalam kitab al Mustau’ib. Penulis kitab al Mustau’ib mengatakan bahwa sebagian ulama bermazhab Hanbali beranggapan bahwa dalam masalah ini Imam Ahmad memiliki dua pendapat. Padahal yang benar Imam Ahmad hanya memiliki satu pendapat dalam masalah ini namun dengan membedakan antara halaman yang berada di dalam pagar masjid dengan halaman masjid yang tidak dikelilingi pagar masjid” (al Inshaf 3/364).

[arabic-font]ودليله قوله تعالى: ولا تباشروهن وأنتم عاكفون في المساجد (البقرة:187).
وإذا كانت الرحبة محوطة متصلة بالمسجد فهي منه.[/arabic-font]

Dalil pendapat ini adalah firman Allah yang artinya, “Jika kalian mencumbu istri-istri kalian ketika kalian sedang beriktikaf di masjid’ (QS al Baqarah:187). Jika halaman tersebut dikelilingi pagar masjid dan menyatu dengan bangunan masjid maka halaman adalah bagian dari masjid.

[arabic-font]القول الثاني: أنها ليست من المسجد فلا يصح الاعتكاف فيها[/arabic-font]

Pendapat kedua mengatakan bahwa halaman masjid itu bukan bagian dari masjid sehingga iktikaf di sana tidaklah sah.

[arabic-font]وهو المشهور عند المالكية (إكمال إكمال المعلم 3|288، وشرح الزرقاني 2|206، ومواهب الجليل 2|455، والشرح الكبير وحاشيته 1|542).
والمصحح عند الحنابلة من المذهب (المغني4|487 والمبدع3|68 والإنصاف3|364).[/arabic-font]

Inilah pendapat yang terkenal di antara para ulama bermazhab Maliki sebagaimana dalam Ikmal Ikmal al Mu’allim 3/288, Syarh al Zarqani 2/206, Mawahib al Jalil 2/455 dan al Syarh al Kabir beserta penjelasannya 1/542.

Demikian pula pendapat ini adalah pendapat yang menurut para ulama bermazhab Hanbali adalah pendapat yang paling tepat dalam mazhab Hanbali sebagaimana dalam al Mughni 4/487, al Mubdi’ 3/68 dan al Inshaf 3/364.

[arabic-font]واستدلوا بما ورد عن عائشة رضي الله عنها قالت: كن المعتكفات إذا حضن أمر رسول الله-صلى الله عليه و سلم – بإخراجهن من المسجد وأن يضربن الأخبية في رحبة المسجد حتى يطهرن.[/arabic-font]

Mereka berdalil dengan perkataan Aisyah, “Para wanita yang beriktikaf jika sedang haid diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar keluar dari masjid dan memasang bilik-bilik iktikaf mereka di halaman masjid sampai mereka suci dari haid”.

[arabic-font]ونوقش بحمله على رحبة ليست محوطة.[/arabic-font]

Dalil ini bisa dibantah dengan kita katakan bahwa dalil tersebut adalah tepat pada tempatnya jika halaman masjid tersebut tidak berada di dalam pagar masjid.

[arabic-font]القول الثالث: أنه يصح الاعتكاف فيها إذا ضرب خباءه فيها[/arabic-font]

Pendapat ketiga mengatakan bahwa beriktikaf di halaman masjid itu sah jika bilik iktikaf dipasang di halaman masjid.

[arabic-font]وهو قول للامام مالك.[/arabic-font]

Inilah pendapat Imam Malik.

[arabic-font]قال مالك: لا يبيت المعتكف إلا في المسجد الذي اعتكف فيه ألا أن يكون خباءه في رحبة من رحاب المسجد (المدونة مع المقدمات 2|203، والموطأ مع المنتقى 2|79 وإكمال إكمال المعلم 3|288).[/arabic-font]

Imam Malik mengatakan, “Seorang yang sedang beriktikaf tidak boleh menginap kecuali di dalam masjid yang dia pergunakan untuk iktikaf kecuali jika bilik iktikafnya berada di halaman masjid” (al Mudawwanah yang dicetak bersama al Muqaddimat 2/203, al Muwatha yang dicetak bersama dengan al Muntaqa 2/79 dan Ikmal Ikmal al Mu’allim 3/288).

[arabic-font]ولعله دليله ما تقدم من حديث عائشة رضي الله عنها[/arabic-font]

Boleh jadi dalil Imam Malik adalah perkataan Aisyah di atas.

[arabic-font]وأقرب الأقوال هو القول الأول. والله أعلم.[/arabic-font]

Pendapat yang paling kuat adalah pendapat pertama, wallahu a’lam.

[arabic-font]فقه الاعتكاف تاليف د. خالد بن علي المشيقح ص 129- 131 دار أصداء المجتمع، بريدة قصيم السعودية، 1419 هـ.[/arabic-font]

Sumber: Fikih I’tikaf karya Syaikh Dr Khalid bin Ali bin Muhammad al Musyaiqih-murid senior Syaikh Ibnu Utsaimin-halaman 129-131 terbitan Dar Ashda’ al Mujtama’, Buraidah Qashim KSA terbitan tahun 1419 H.

Catatan:
Tentang status halaman masjid kita jumpai dua pendapat ulama. Ada yang merinci dan ada yang berpendapat bahwa halaman masjid itu bukanlah bagian dari masjid.
Pendapat yang paling kuat dalam hal ini adalah dengan merinci apakah masjid tersebut memiliki pagar masjid ataukah tidak. Jika masjid tidak memiliki pagar maka halaman masjid adalah bukan masjid. Jika masjid memiliki pagar maka halaman masjid yang berada di dalam pagar adalah bagian dari masjid sehingga berlaku padanya segala ketentuan-ketentuan untuk masjid semisal sah iktikaf di sana dan dilarang mengadakan transaksi jual beli di sana. Inilah pendapat yang dinilai lebih kuat oleh Syaikh Ibnu Baz dan Lajnah Daimah.
Oleh karena itu, terlarang hukumnya berdagang ataupun promosi dagangan di halaman masjid yang berada di dalam pagar masjid semisal halaman Masjid Kampus UGM.
Kami menghormati orang yang memiliki pendapat yang berbeda dengan pendapat yang kami pilih jika dia memilih pendapat tersebut karena berpandangan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat yang lebih kuat ditinjau dari dalilnya. Akan tetapi adalah tercela orang yang mengambil pendapat yang lain dikarenakan itulah yang cocok dan selaras dengan selera dan hawa nafsunya.

Artikel www.ustadzaris.com

Menghias Taman Pasutri dengan Akhlak-akhlak Terpuji

Sebuah keluarga yang terdiri dari seorang suami dan seorang atau lebih isteri, dalam sisi-sisi tertentu kehidupan mereka tidaklah salah bila digambarkan dengan sebuah taman. Dari namanya saja, taman menginspirasikan sebuah keelokan dan keindahan, kesejukan, serta kedamaian. Itulah gambaran sebuah keluarga, memang sangat indah dan bahkan lebih dari indah.

Bagaimana kalau Islam mengajarkan sesuatu yang menambah eloknya taman pasutri dan sejuk serta damainya suasananya? Sungguh Islam itu sangat istimewa.

Perhatikan firman Alloh Ta’ala:

Dan bergaullah dengan mereka secara maruf (QS. an-Nisa’ [4]: 19)

Imam Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan: “Artinya santunkanlah ucapan-ucapan lisan kalian (wahai para suami,—red) kepada mereka (para isteri,—red), dan baguskanlah tingkah laku kalian serta bentuk dan keadaan penampilan kalian sekadar apa yang kalian sanggupi. Sebagaimana kamu suka mendapatkan hal itu darinya, maka berlakulah kamu terhadapnya dengannya pula, sebagaimana Alloh berfirman:

… Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. (QS. al-Baqoroh [2]: 228)

Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

[arabic-font]خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي[/arabic-font]

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik pergaulannya kepada isteri-isterinya, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian dalam mempergauli isteriku.”

Di antara akhlaq Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau itu sangat baik pergaulannya, tenang sikap dan penampilannya, mencandai isteri dan berlemah lembut kepadanya, mencukupi nafkahnya, membuat tertawa isterinya, bahkan suatu saat beliau berlomba-lomba dengan Aisyah radhiyallahu anha Ummul Mu’minin, sebagai ungkapan rasa cinta kasih beliau kepadanya. Aisyah radhiyallahu anha mengatakan: “Suatu ketika Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam mengalahkanku, maka di saat lain aku pun mengalahkan beliau, itu terjadi tatkala aku belum terbebani oleh daging tubuhku, lalu tatkala aku sudah terbebani oleh daging pada tubuhku aku ajak beliau berlomba lagi dan beliau pun mengalahkanku, maka beliau pun mengatakan: ‘Yang ini untuk kekalahanku waktu itu.’” (HR. Ahmad 6/264, 39, 129, 182, 261, 280, Abu Dawud: 2578, Ibnu Majah: 1979, lihat pula Tafsir Ibnu Katsir 1/467)

Walhasil, taman pasutri itu akan bertambah elok, indah menawan bagi setiap mata yang memandangnya dengan dihiasi elok dan bagusnya akhlaq yang terpuji. Semakin bagus akhlaq suami juga isteri, taman pasutri akan semakin teduh dan menenteramkan hati.

Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan lagi:

[arabic-font]أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِكُمْ[/arabic-font]

“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik (pergaulannya) bagi isterinya.” (Hadits shohih lighoirihi, diriwayatkan Ahmad 6/47, 99, Tirmidzi: 3986, dan Ibnu Majah: 1977, 1978)

Wallohu A’lam, wa Huwal Muwaffiq ila makarimil akhlaq.

Penulis: Ustadz Abu Ammar Al-Ghoyami