Diterjemahkan dari kitab Fathul Qowwiy Al Matiin fi Syarh Al Arba’iin wa tatimmah Al Khomsiin ([arabic-font span=”yes”]فتح القوي المتين في شرح الأربعين وتتمة الخمسين[/arabic-font])

Karya Asy Syaikh Abdul Mushin ibn Hammad Al ‘Abbad Al Badr hafizhohullah

 

[arabic-font]

الحديث الثاني عشر

عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “مِن حُسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه” حديث حسن، رواه الترمذي وغيره هكذا.

[/arabic-font]

 

Hadits ke 12

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu anhu, dia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Diantara tanda baiknya keislaman seseorang adalah dia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat unutknya” Hadits Hasan, HR Tirmizdi dan selainnya.

[arabic-font]1 معنى هذا الحديث أنَّ المسلمَ يترك ما لا يهمُّه من أمر الدِّين والدنيا في الأقوال والأفعال، ومفهومه أنَّه يجتهد فيما يعنيه في ذلك.[/arabic-font]

1. Maksud hadits ini adalah bahwasannya seorang muslim seharusnya meninggalkan perkara yang tidak penting baginya baik perkara dunia maupun perkara agama, baik berupa perkataan maupun berupa perbuatan, dan pemahaman hadits ini bahwa seorang muslim seharusnya berusaha keras pada perkara yang bermanfaat baginya.

[arabic-font]2 قال ابن رجب في جامع العلوم والحكم (1/288 289): “ومعنى هذا الحديث أنَّ مَن حَسُنَ إسلامُه ترك ما لا يعنيه من قول وفعل، واقتصر على ما يعنيه من الأقوال والأفعال، ومعنى (يعنيه) أنَّه تتعلق عنايته به، ويكون من مقصده ومطلوبه، والعناية شدَّة الاهتمام بالشيء، يُقال عناه يعنيه إذا اهتمَّ به وطلبه، وليس المراد أنَّه يترك ما لا عناية له ولا إرادة بحكم الهوى وطلب النفس، بل بحكم الشرع والإسلام، ولهذا جعله مِن حسن الإسلام، فإذا حَسُن إسلامُ المرء ترك ما لا يعنيه في الإسلام من الأقوال والأفعال، فإنَّ الإسلامَ يقتضي فعلَ الواجبات كما سبق ذكره في شرح حديث جبريل عليه السلام، وإنَّ الإسلامَ الكامل الممدوح يدخل فيه ترك المحرَّمات، كما قال صلى الله عليه وسلم: (المسلم مَن سلم المسلمون من لسانه ويده)، وإذا حسن الإسلام اقتضى ترك ما لا يعني كلَّه من المحرمات والمشتبهات والمكروهات وفضول المباحات التي لا يحتاج إليها، فإنَّ هذا كلَّه لا يعني المسلم إذا كمُل إسلامُه وبلغ إلى درجة الإحسان، وهو أن يعبد الله تعالى كأنَّه يراه، فإن لم يكن يراه فإن الله يراه، فمَن عبَدَ الله على استحضار قربه ومشاهدته بقلبه، أو على استحضار قرب الله منه واطلاعه عليه، فقد حسن إسلامه، ولزم من ذلك أن يترك كلَّ ما لا يعنيه في الإسلام، ويشتغل بما يعنيه فيه، فإنَّه يتولَّد من هذين المقامين الاستحياء من الله، وترك كلِّ ما يُستحيى منه“.[/arabic-font]

2. Berkata Ibn Rajab dalam kitabnya Jaami’ Al Uluum wal Hikam (289 1/288) : “Dan makna hadits ini bahwa barang siapa yang baik/bagus islamnya dia akan meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat unutknya baik itu perkataan maupun perbuatan, dan membatasi diri pada perkara yang bermanfaat untuknya baik itu perkataan ataupun perbuatan. Sedangkan makna ([arabic-font span=”yes”]يعنيه[/arabic-font]) Ya’niihi di hadits tersebut adalah perhatiannya tertuju padanya, dan hal tersebut menjadi maksud dan hal yang dia butuhkan. Dan Inaayah adalah perhatian yang sangat kuat terhadap sesuatu, dikatakan Anaahu ya’niihi jadi maksudnya adalah menjadi perhatian dengannya dan membutuhkannya, dan bukanlah maksudnya bahwa meninggalkan apa yang tidak menjadi perhatian baginya, dan bukan pula meninggalkan dengan kehendak hawa dan nafsu, akan tetapi meninggalkan berdasarkan syari’at islam, oleh karena itu Nabi shallallahu alaihi wasallam menjadikannya sebagai salah satu tanda kebaikan islamnya. Maka jika islamnya seseorang telah baik maka dia akan meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya dalam islam baik itu perkataan ataupun perbuatan, karena Islam menghendaki untuk melakukan perkara-perkara wajib sebagaimana telah lalu pembahsannya dalam hadits Jibril alaihis salaam. Dan karena Islam yang sempurna dan terpuji memerintahkan untuk meninggalkan perkara yang haram, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: (Seorang muslim adalah orang yang menyelematkan muslim yang lain dari gangguan lisannya dan tangannya), Jadi kebaikan islam menghendaki untuk meninggalkan apa yang tidak bermanfaat seluruhnya dari perkara haram, yang samar, perkara makruuh, berlebihan dalam perkara yang mubah (boleh) yang mana tidak dibutuhkan kepadanya. Karena itu semua merupakan perkara yang tidak bermanfaat bagi seorang muslim jika islamnya telah sempurna dan sampai pada derajat ihsan, yaitu ihsan itu adalah beribadah kepada Allah seakan-akan dia melihatnya, dan jika dia tidak dapat melihatNya maka sesungguhnya Allah melihat dirinya.
Maka barang siapa yang beribadah kepada Allah dengan menghadirkan pendekatan dan penglihatan hati atau menghadirkan pendekatan Allah darinya, dan melihat kepadanya maka telah baiklah islamnya, maka konsekuensi dari hal tersebut adalah dia akan meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya dalam islam, dan dia menjadi sibuk dengan perkara yang bermanfaat baginya, karena sesungguhnya hal tersebut lahir dari dua kedudukan ini, yaitu malu kepada Allah, dan meninggalkan setiap perkara yang membuatnya malu.

[arabic-font]3 مِمَّا يُستفاد من الحديث:
1 ترك الإنسان ما لا يعنيه في أمور الدِّين والدنيا.
2 اشتغال الإنسان بما يعنيه من أمور دينه ودنياه.
3 أنَّ في ترك ما لا يعنيه راحةً لنفسه وحفظاً لوقته وسلامة لعرضه.
4 تفاوت الناس في الإسلام
.[/arabic-font]
3. Faedah hadits :
1. Hendaknya seseorang meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat darinya baik itu perkara agama maupun dunia.
2. Hendaknya seseorang menyibukkan diri dengan perkara yang bermanfaat untuknya baik itu perkara agama maupun dunia.
3. Bahwasannya dalam meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat untuknya akan melegakan jiwa dan menjaga waktunya serta akan memberikan kehormatan yang baik
4. Adanya perbedaan manusia dalam keislamannya.