by admin | Jul 19, 2017 | Akhlaq, Pilihan
Terkadang kita merasa telah banyak berbuat baik untuk islam dan kaum muslimin, kita merasa telah melakukan sesuatu untuk membela Allah, Rasul-Nya dan Al Qur’an, lalu hati kita menganggap remeh orang yang tak seperti dirinya. Atau bahkan menganggap mereka lemah dan tak berguna. Tak sadar bahwa perasaan seperti ini bisa membatalkan amalnya.
Ibnul Mubaarok rahimahullah berkata :
وَلاَ أَعْلَمُ فِي الْمُصَلِّيْنَ شَيْئًا شَرٌّ مِنَ الْعُجْبِ
“Aku tidak mengetahui pada orang-orang yang sholat perkara yang lebih buruk daripada ujub” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Sy’abul Iman no 8260).
Syaikh Ibnu Al Utsaimin mengatakan bahwa ujub itu dapat membatalkan amal. Beliau mengatakan, “kelompok yang kedua, yaitu orang-orang yang tidak memiliki tahqiq (kesungguhan) dalam pokok iman kepada takdir. Mereka melakukan ibadah sekadar yang mereka lakukan. Namun mereka kita sungguh-sungguh dalam ber-isti’anah kepada Allah dan tidak bersabar dalam menjalankan hukum-hukum Allah yang kauni maupun syar’i. Sehingga dalam beramal mereka pun malas dan lemah, yang terkadang membuat mereka terhalang dari beramal dan menghalangi kesempurnaan amal mereka. Dan membuat mereka UJUB dan SOMBONG setelah beramal yang terkadang bisa menjadi sebab amalan mereka hangus dan terhapus” (Majmu’ Fatawa war Rasail, 4/250).
Perkataan beliau sepadan dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri” (HR at-Thobroni dalam Al-Awshoth no 5452 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1802).
Demikian pula sabda beliau :
لَوْ لَمْ تَكُوْنُوا تُذْنِبُوْنَ خَشِيْتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ الْعُجْبَ الْعُجْبَ
“Jika kalian tidak berdosa maka aku takut kalian ditimpa dengan perkara yang lebih besar darinya (yaitu) ujub ! ujub !” (HR Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no 6868, hadits ini dinyatakan oleh Al-Munaawi bahwasanya isnadnya jayyid (baik) dalam at-Taisiir, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no 5303).
Bila kita merasa telah menjadi orang yang baik saja dianggap ujub, sebagaimana ditanyakan kepada Aisyah radliyallahu anha siapakah orang yang terkena ujub, beliau menjawab: “Bila ia memandang bahwa ia telah menjadi orang yang baik” (Syarah Jami As Shoghier). Bagaimana bila disertai dengan menganggap remeh orang lain? Inilah kesombongan.
Semoga Allah melindungi kita dari ujub dan kesombongan.
***
Penulis: Ust. Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel Muslim.or.id
by admin | Mar 14, 2017 | Akhlaq, Pilihan, Umum
Sebenarnya …
Mendidik anak itu menjadikan hati tenang
Mendidik anak itu menyebabkan kebahagiaan
Karena mendidik anak itu bagian dari kenikmatan SURGA DUNIA
Tapi.., kenyataannya seringkali…
Masih panik dalam mendidik anak.
Masih marah-marah dalam mendidik anak.
Masih menderita karena sebab mendidik anak.
Masih membuat anak tertekan dalam mendidiknya.
Itu bisa jadi CARA MENDIDIKNYA BELUM BENAR, karena mendidik itu asalnya mudah, tenang, menyenangkan, membuat bahagia, dan terasa nikmat.
Mendidik itu perintah Agama.
Melakukan perintah Agama itu ibadah
Sedangkan ibadah yang ikhlas dan benar (sesuai petunjuk Allah dan Rasul Nya) akan mendatangkan kebahagiaan.
Kebahagiaan sejati didunia ini dinamakan SURGA DUNIA
Masuk SURGA DUNIA, menyebabkan seseorang akan masuk SURGA di AKHERAT.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
إنَّ فِيْ الدُّنْيَا جَنَّةً, مَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا لَنْ يَدْخُلَ جَنَّةَ الآخِرَةِ.
“Sesungguhnya di dunia ini ada surga, barangsiapa yang tidak memasuki surga dunia ini, maka dia tidak akan masuk surga di akherat”
SURGA DUNIA itu adalah keimanan kepada Allah ta’ala, diantaranya meyakini bahwa:
– Mendidik anak adalah perintah Allah ta’ala (QS. At Tahrim: 6)
– Membenarkan petunjuk cara mendidik yang telah Rasulullah ajarkan .
Sehingga keimanan itu menyebabkan keikhlasan kepada Allah ta’ala, dan pada akhirnya mendidik anak mengikuti petunjuk dari Nya dan Rasul Nya.
Inilah kenikmatan mendidik …
Inilah kenikmatan ibadah …
Inilah ketenangan sejati …
Inilah kebahagiaan sejati …
Inilah SURGA DUNIA dalam mendidik anak-anak kita.
Dan semoga Allah Ta’ala kelak memasukkan kita dan keluarga kita ke SURGA Nya di AKHERAT.
Aamiin …
Ditulis oleh : Kholik
Sekolah Karakter Imam Syafi’i (SKIS) Semarang
by admin | Mar 1, 2017 | Akhlaq, Pilihan, Umum
Banyak diantara pendidik dan orang tua yang mengajarkan anak MEMBACA, tetapi tidak ditumbuhkan terlebih dahulu CINTA MEMBACA.
Banyak diantara pendidik dan orang tua yang mengajarkan anak MENULIS, tetapi tidak ditumbuhkan terlebih dahulu CINTA MENULIS.
Banyak diantara pendidik dan orang tua yang mengajarkan anak BERHITUNG, tetapi tidak ditumbuhkan terlebih dahulu CINTA BERHITUNG.
Banyak diantara pendidik dan orang tua yang mengajarkan anak MENGHAFAL, tetapi tidak ditumbuhkan terlebih dahulu CINTA MENGHAFAL.
Padahal membaca, menulis, berhitung, menghafal dan sejenisnya adalah BEBAN BERAT jika TIDAK ADA rasa CINTA untuk melakukannya.
Kalau cinta TIDAK tumbuh, beban seRINGAN apapun akan terasa SANGAT BERAT.
Kalau cinta TELAH tumbuh, beban seBERAT apapun akan terasa SANGAT RINGAN.
Tumbuhkan cinta anak kepada bidang yang nantinya akan dibebankan kepadanya. Kalau cinta TIDAK berkunjung TUMBUH-TUMBUH, bisa jadi anak tidak berbakat di bidang tersebut, maka carilah bidang lain yang anak senangi.
Jangan paksakan kepada anak bidang yang tidak dia senangi. Tetapi gali dan temukan bidang apa yang disenanginya. Lalu pupuk dan tumbuhkan kecintaannya, setelah cintanya tumbuh maka kemudian dengan sendirinya dia akan MEMINTA diberi beban.
Gali bakat anak dengan memperbanyak aktifitas, lalu perhatikan aktifitasnya dengan 4E: Enjoy, Easy, Excellent, Earn
✅Enjoy : Senang melakukannya
✅Easy : Mudah melakukannya
✅Excellent : Bagus hasilnya
✅Earn : Bermanfaat hasilnya
Jika 4E terpenuhi pada aktifitas tertentu maka itulah bakatnya.
Kalau sudah bakat, CINTA akan tumbuh dengan sendirinya, BEBAN akan diminta dengan sendirinya, dan hasilnya akan BAGUS dan BERMANFAAT.
Inilah BAKAT/KARAKTER KINERJA
Di sisi lain …
Banyak diantara pendidik dan orang tua yang mengajarkan anak SHOLAT, tetapi tidak ditumbuhkan terlebih dahulu CINTA SHOLAT.
Banyak diantara pendidik dan orang tua yang mengajarkan anak PUASA, tetapi tidak ditumbuhkan terlebih dahulu CINTA PUASA.
Banyak diantara pendidik dan orang tua yang mengajarkan anak MENGHAFAL AL QUR’AN, tetapi tidak ditumbuhkan terlebih dahulu CINTA AL QUR’AN.
Banyak diantara pendidik dan orang tua yang mengajarkan anak SYARI’AT, tetapi tidak ditumbuhkan terlebih dahulu CINTA kepada PEMBERI SYARI’AT, yaitu Allah Ta’ala.
Hal ini berarti mengajarkan TAKLIF (pembebanan Syari’at) tetapi tidak menyiapkan anak menjadi MUKALLAF (pemikul Syari’at)
Sholat dan syari’at lainnya adalah beban . Tidak ada anak yang suka sholat, karena sholat adalah beban, kecuali telah tumbuh kecintaan kepada yang memerintah sholat yaitu Allah ta’ala.
Kalau cinta kepada Allah telah tumbuh, maka beban Syari’at seberat apapun akan terasa ringan dilakukan, bahkan sampai berjihadpun akan ringan dilakukan.
CINTA kepada ALLAH harus tumbuh sebelum memikul beban SYARI’AT .
Kalau cinta Allah TIDAK TUMBUH-TUMBUH, maka harus ditumbuhkan, seperti dengan keteladanan, dibacakan sejarah para Nabi dan Rasul, sahabat Nabi, orang-orang sholeh, serta dibimbing untuk belajar bersama alam agar tumbuh imaji positif terhadap Allah, belajar, dan alam.
Tidak ada kata berbakat atau tidak berbakat pada beban syari’at, semua anak harus CINTA kepada ALLAH dan RasulNya, semua anak harus mampu memikul beban Syari’at nantinya saat mereka sudah BALIGH.
Inilah AKHLAQ/Karakter Moral
Cinta kepada Allah ditumbuhkan pada usia 0-7 tahun. Tidak ada pembebanan Syari’at pada usia ini, adanya hanyalah penumbuhan rasa cinta kepada Allah yaitu penumbuhan keimanan kepada Allah ta’ala, cinta belajar, dan cinta kepada alam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِع (أبو داود والحاكم)
“Perintahkan anakmu sholat pada saat umur 7 tahun, dan pukullah mereka jika tidak mau sholat pada saat umur 10 tahun, dan pisahkan tempat tidurnya diantara mereka” (HR: Abu Dawud)
Berdasar hadits tersebut, seorang anak baru diajarkan sholat pada umur 7 tahun, bukan sebelumnya, boleh dipukul pada umur 10 tahun, dan mulai dibebani kewajiban sholat setelah Baligh.
Jadi, Bukan berarti pegajaran lebih dini lebih baik, tetapi harus sesuai dengan perkembangan anak.
Ditulis oleh : Kholik
Sekolah Karakter Imam Syafi’i (SKIS) Semarang
Pendidikan karakter berbasis Akhlaq, belajar dan Bakat
Beranda
by admin | Jan 30, 2017 | Akhlaq, Pilihan, Umum
Pengalaman mendampingi pemetakan bakat siswa SMK, banyak hal yang menjadi bahan renungan, diantaranya banyak siswa dalam menentukan cita-citanya karena “pesanan” dari orang tuanya.
Padahal sebenarnya cita-cita pesanan tersebut tidak sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Dengan dalih bakti pada orang tua, akhirnya mereka harus terpaksa rela menempuh jalan yang bukan untuknya.
“Sebenarnya saya ingin kuliah di jurusan ini…, tapi orang tua ingin saya kuliah di jurusan itu”. Ungkapan siswa yang lain dengan wajah setengah hati, “ saya ingin bekerja sebagai ini…, tetapi orangtua ingin saya bekerja sebagai itu”.
Bukan hanya di SMK, di Pondok Pesantren pun muncul ungkapan senada dari seorang santri, “ sebenarnya saya kelak ingin jadi ini…, tetapi orang tua ingin saya jadi seorang ustadz…”
Data yang mengejutkan…!, 90% dari siswa yang dipetakan ingin melanjutkan jenjang berikutnya yang tidak sama dengan jurusan yang sekarang dia tekuni.
Salah jurusan …
Ya, mereka salah jalan …
Saya yakin, jika di Pondok Pesantren di lakukan survey, banyak dari santri yang salah jurusan juga. Tidak semua santri ingin jadi ustadz. Banyak diantara mereka yang ingin berperan dalam masyarakat pada bidang yang bukan bidang diniyyah (Agama).
Betul, setiap orang wajib hukumnya belajar Agama …
Tetapi tidak semua orang berbakat dalam bidang Agama.
Ada yang salah…?
Jelas ada yang salah…!
Karena ini adalah pemaksaan cita-cita…!
Tanpa disadari orang tua telah menyesatkan anaknya, karena seorang anak dipaksa menempuh yang bukan jalannya.
Akhirnya banyak anak yang menjadi “korban penyesatan” oleh orang tuanya.
Tanpa disadari …
Ya, ini terjadi tanpa disadari oleh orang tuanya. Karena tidak ada orang tua yang ingin menyesatkan anak-anaknya.
Ini terjadi karena orang tua belum mengetahui jalan khusus yang telah Allah ta’ala ciptakan bagi anaknya.
Imam Ibnul Qoyyim mengatakan: “Jika anak dipaksakan untuk menekuni bidang yang bukan bakatnya, maka dia tidak akan berhasil di bidang itu, dan akan luput potensi yang ada pada dirinya”. Lanjut beliau ringkasnya, “ Jika anak berbakat di bidang Agama maka itulah kesempatan baginya untuk mengukir ilmu Agama pada lubuk hatinya. Namun jika anak cenderung kepada ilmu keduniaan (seperti pertanian, perdagangan, industri dan lainnya) maka tidak mengapa diarahkan untuk menekuni bidang tersebut selama diperbolehkan oleh syari’at. Setiap orang akan dimudahkan untuk berperan pada bidang apa dia diciptakan”
Mari kita gali potensi anak-anak kita …
Kita temukan bakat anak-anak kita …
Kita temukan misi hidup anak-anak kita …
Kita temukan jalan khusus bagi anak-anak kita …
Karena dengan membimbing anak kita untuk berjalan pada jalan bakatnya, maka akan menjadi lebih hebat untuk berperan bagi peradaban.
Allah ta’ala berfirman : “ Katakanlah wahai Muhammad, setiap orang akan bekerja sesuai bakatnya masing-masing, maka Tuhanmulah yang lebih tahu siapa yang paling benar jalannya” (QS. Al Isra’ :84)
Bakat adalah karakter kinerja, maka agar kinerja sesuai dengan yang diharapkan, maka sangat penting ditumbuhkan juga karakter moralnya, yaitu Aqidah, Ibadah, Adab, dan Akhlaq.
Sehingga terpenuhilah amanah yang dipikulkan pada setiap manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah ta’ala dan menjadi khalifah di muka bumi ini.
Semoga Allah ta’ala selalu membimbing kita dan generasi masa depan bangsa kita.
Kholik
Sekolah Karakter Imam Syafi’i (SKIS) Semarang
by admin | Jan 25, 2017 | Akhlaq, Pilihan, Umum
Pabrik mesin memproduksi alat-alat/mesin-mesin untuk fungsi tertentu.
Sekolah mendidik manusia untuk menjadi kompeten pada bidang tertentu.
Setelah mesin keluar dari pabrik, lalu digunakan oleh orang untuk mengerjakan pekerjaan tertentu.
Setelah siswa lulus sekolah, lalu dipekerjakan oleh orang lain untuk mengerjakan pekerjaan tertentu.
Mesin digunakan untuk menghitung, menganalisa, memperbaiki, mengingat, dan sejenisnya.
Tamatan sekolah dipekerjakan untuk menghitung, menganalisa, memperbaiki, mengingat, dan sejenisnya.
Pabrik menggunakan prosedur operasional untuk membuat mesin menjadi berfungsi.
Sekolah menggunakan kurikulum untuk membuat siswa menjadi kompeten.
Sekolah sama dengan pabrik?
Hanya beda istilah dan obyek yang dikerjakan..!
Tergantung bagaimana Anda menilainya.
Apa yang harusnya beda..?
Manusia bisa berempati, mesin tidak bisa.
Manusia bisa memotivasi, mesin tidak bisa.
Manusia bisa menyakini, mesin tidak bisa.
Manusia bisa Ikhlas, mesin tidak bisa.
Mesin diprogram oleh manusia yang terbatas pengetahuannya, tetapi manusia di program oleh Yang Tak Terbatas PengetahuanNya.
Jelas…, manusia tidak sama dengan mesin
Jelas juga…, seharusnya sekolah tidak sama dengan pabrik.
Seharusnya sekolah tidak berat sebelah terlalu terkonsentrasi pada pendidikan HARD SKILL yang bisa tergantikan oleh mesin.
Namun …juga seharusnya terkonsentrasi pada pendidikan SOFT SKILL yang tidak bisa digantikan oleh mesin.
Hard skill adalah penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan ketrampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya.
Soft skill adalah ketrampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, dirinya, dan kepada Allah ta’ala.
Setiap orang hendaknya memiliki Hard skill dan soft skill dalam mengarungi kehidupannya. Sehingga manusia dapat melakukan apa yang bisa dilakukan mesin, tetapi tidak semua yang bisa dilakukan manusia dapat dilakukan oleh mesin.
Kholik
Sekolah Karakter Imam Syafi’i (SKIS) Semarang
by admin | Jan 24, 2017 | Akhlaq, Pilihan, Sekolah, Umum
Seorang Ibu mengeluh….
Anakku keras kepala, suka membantah dan banyak alasan kalau disuruh, padahal dia baru berumur 6 tahun.., apa jadinya kalau sudah besar nanti…?
Sementara ibu yang lain menambahi…
Iya.., kayak anakku juga, kalau disuruh duduk belajar susahnya minta ampun…, gak betah tinggal di rumah…
Kalau begitu terus .., bagaimana masa depannya nanti…? Suram …!
Nggak kalah serunya ibu yang lainnya lagi menimpali…
Anakku baru berumur 5 tahun, sukanya menyendiri dan nggak suka kumpul-kumpul bersama teman-temannya, kalau kuper kayak gitu apa bisa sukses nantinya…?
Dan masih banyak keluhan senada lainnya tentang itu..
Wajar.., dan sangat wajar seorang ibu khawatir terhadap anaknya yang keadaannya seperti itu.
Namun ketahuilah wahai para orang tua…
– Setiap anak itu hebat, Tidak ada anak yang bodoh. Adanya anak yang merasa bodoh karena potensi yang dimilikinya tidak diakui sebab dianggap kurang getrend.
– Setiap anak itu pembelajar yang tangguh, Tidak ada anak yang malas belajar. Adanya anak tidak suka belajar yang bukan potensinya.
– Setiap anak itu memiliki kemampuan unik, dan tidak bisa dibanding-bandingkan dengan anak yang lain
Hanya saja banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa kupu-kupu yang indah, dulunya berbentuk ulat yang tidak menarik bahkan sebagian orang jijik kepadanya, kemudian menjadi kepompong, lalu jadilah kupu-kupu dewasa yang indah.
Anak kecil yang keras kepala dan suka membantah, itulah sifat sang calon pemimpin.
Anak kecil yang tidak betah dirumah, suka berkumpul temannya, itulah sifat yang dimiliki para ahli bidang sosial
Anaka kecil yang suka menyendiri, itulah sang calon peneliti.
Dan masih banyak lagi potensi-potensi kekuatan yang luar biasa pada diri anak , tetapi orang tua menganggapnya itu sebagai kelemahan bahkan dianggap kenakalan. Padahal sebenarnya sifat-sifat yang tidak menyenangkan itu ibarat perilaku ulat yang kelak akan menjadi kupu-kupu dewasa yang indah.
Belajar tidak harus dengan buku dan duduk di kursi, tetapi dapat dilakukan ketika bermain, ngobrol dengan teman, bahkan bertengkar dengan kakak atau adiknyapun bisa jadi sarana belajar bagi anak.
Pendidikan tidak bisa dilihat hasilnya setahun, dua tahun, bahkan lima atau sepuluh tahun..
Pendidikan akan dapat dilihat hasilnya setelah anak menjadi dewasa..
Kesolehan anak belum dapat dijustifikasi ketika anak masih kecil…
Kesolehan akan tampak indah ketika mereka menginjak aqil baligh dan dewasa…
Jikalau orang tua menuntut kesolehan anak tampak ketika masih kecil…, ibarat ingin memanen hasil cocok tanam sebelum waktunya. belum umur, belum ada buahnya, bahkan kalau diambili daun atau batangnya pohon akan tumbuh tidak sempurna bahkan bisa mati binasa.
Sabar dan sabar…, didik dan tunggu sampai aqil baligh
Oleh: Kholik
Sekolah Karakter Imam Syafi’i (SKIS) Semarang