by admin | Oct 24, 2011 | Fatwa Ulama, Fiqh, Umum
Hewan Kurban Cacat Karena Kecelakaan
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Ustadz, ana mau bertanya.
ketika hari kurban, ada orang mau kurban kambing. Pada saat akan diturunkan dari mobil untuk disembelih, kambing itu terjepit kemudian jatuh sehingga jadi pincang. Apakah masih boleh dikurbankan?
Syukron..
Abu Ahmad Jogja
Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam
Jika kecelakaan yang terjadi pada hewan ini di luar kesengajaan pemilik dan bukan karena keteledoran pemilik, maka boleh untuk disembelih dengan niat kurban dan dihukumi sebagai kurban yang sah.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika seseorang telah menentukan hewan yang sehat dan bebas dari cacat untuk kurban, kemudian mengalami cacat yang seharusnya tidak boleh untuk dikurbankan, maka dia boleh menyembelihnya dan hukumnya sah sebagai kurban. Keterangan ini merupakan pendapat Atha’, Hasan Al-Bashri, An-Nakha’i, Az-Zuhri, At-Tsauri, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Ishaq bin Rahuyah.” (Al-Mughni, 13:373).
Dalil yang menunjukkan bolehnya hal ini adalah sebuah riwayat yang disebutkan Al-Baihaqi, dari Ibnu Zubair radliallahu ‘anhu, bahwa hewan kurban berupa unta yang buta sebelah didatangkan kepadanya. Kemudian ia mengatakan, “Jika hewan ini mengalami cacat matanya setelah kalian membelinya maka lanjutkan berkurban dengan hewan ini. Namun jika cacat ini sudah ada sebelum kalian membelinya maka gantilah dengan hewan lain.” Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan, “Sanad riwayat ini sahih.” (Al-Majmu’, 8:328).
Syekh Ibnu Utsaimin menjelaskan dalam Ahkam al-Udhiyah wa Dzakah, Hal. 10. Jika hewan yang hendak dijadikan kurban mengalami cacat, maka ada dua keadaan:
a. Cacat tersebut disebabkan perbuatan atau keteledoran pemiliknya maka wajib diganti dengan yang sama sifat dan ciri-cirinya atau yang lebih baik dari hewan tersebut. Selanjutnya, hewan yang cacat tadi menjadi miliknya dan dapat dia manfaatkan sesuai keinginannya.
b. Cacat tersebut bukan karena perbuatannya dan bukan karena keteledorannya, maka dia dibolehkan untuk menyembelihnya dan hukumnya sah sebagai kurban. Karena hewan ini adalah amanah yang dia pegang, sehingga ketika mengalami sesuatu yang di luar perbuatan dan keteledorannya maka tidak ada masalah dan tidak ada tanggungan untuk mengganti.
Disadur dari: http://www.islamqa.com/ar/ref/39191
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsutasiSyariah.com
by admin | Aug 25, 2011 | Fatwa Ulama, Fiqh
Pertanyaan:
Bolehkah menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid, sekolah, atau rumah sakit kaum muslimin. Padahal masih ada orang-orang faqir yang membutuhkan?
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan –hafizhahullah– menjawab :
Tidak boleh menyalurkan zakat untuk kepentingan sosial. Karena Allah Ta’ala telah menyebutkan dan membatasi golongan yang berhak menerima zakat. Allah Ta’ala berfirman:
[arabic-font]إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ[/arabic-font]
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, di jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At Taubah: 60)
Sehingga tidak diperbolehkan menyalurkan zakat kepada pihak yang di luar 8 golongan ini. Tidak boleh disalurkan untuk pembangunan jembatan, fasilitas publik, sekolah, masjid atau keperluan sosial lainnya. Khusus untuk keperluan-keperluan sosial tersebut, dipenuhi dari sumbangan-sumbangan atau wakaf-wakaf.
Sedangkan zakat, penerimanya sudah ditentukan dan dibatasi oleh Allah Ta’ala. Adapun maksud dari firman Allah Ta’ala [arabic-font span=”yes”]وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ[/arabic-font] “Di jalan Allah”, maksudnya adalah para mujahidin yang tidak digaji oleh Baitul Maal, sehingga mereka berhak mendapatkan harta zakat. Maksud [arabic-font span=”yes”]سَبِيلِ اللَّهِ [/arabic-font]dalam ayat ini bukanlah seluruh jalan kebaikan. Buktinya, andai arti [arabic-font span=”yes”]سَبِيلِ اللَّهِ [/arabic-font]dalam ayat ini adalah seluruh jalan kebaikan, tentu tidak akan digandengkan dengan 7 golongan penerima zakat yang lain. Sebab, memberi harta kepada 7 golongan penerima zakat yang lain pun termasuk jalan kebaikan.
Dengan demikian, penyalur zakat wajib menyalurkan zakat kepada golongan penerima zakat yang telah dibatasi tersebut. Orang menyalurkan zakat kepada selain dari 8 golongan tersebut, dianggap belum berzakat.
(Muntaqa Shalih Fauzan Al Fauzan, jilid 5 fatwa no. 147)
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
by admin | Aug 25, 2011 | Fatwa Ulama
[arabic-font]س: هل الدعاء بعد سماع الأذان عند الإفطار أو قبله؟.[/arabic-font]
Pertanyaan, “Apakah doa berbuka puasa itu dibaca setelah mendengar adzan saat berbuka ataukah sebelum berbuka?”
[arabic-font]ج: كلمة (عند) التي وردت في بعض الأحاديث في فضل الدعاء عند الإفطار هي تكون قبيل الإفطار وأثناءه وبعده. والله أعلم.[/arabic-font]
Jawaban Syaikh Sulaiman al Majid [anggota majelis syuro KSA], “Dalam hadits-hadits mengenai keutamaan doa saat berbuka terdapat kata-kata ‘inda atau pada saat. ‘inda dalam hadits tersebut bisa bermakna beberapa saat sebelum berbuka, sambil berbuka atau pun setelah berbuka”
Sumber:
http://www.salmajed.com/node/11366
Artikel www.ustadzaris.com
by admin | Jun 30, 2011 | Fatwa Ulama, Fiqh
[arabic-font]السؤال: سؤاله الثاني يقول سمعت أن الزواج من الأباعد أفضل من الزواج من الأقارب لمستقبل الأولاد من حيث الذكاء وحسن الخلقة ونحو ذلك فهل هذه القاعدة صحيحة؟[/arabic-font]
Pertanyaan, “Aku pernah mendengar bahwa nikah dengan bukan kerabat itu lebih baik untuk masa depan anak dari sisi kecerdasan dan kondisi fisik anak dll dari pada nikah dengan kerabat. Apakah anggapan semacam ini adalah anggapan yang benar?
[arabic-font]الجواب
الشيخ: هذه القاعدة ذكرها بعض أهل العلم وأشار إلى ما ذكرت من أن للوراثة تأثيراً ولا ريب أن للوراثة تأثيراً في خُلق الإنسان وفي خِلقته[/arabic-font]
Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin, “Pernyataan di atas disampaikan oleh sebagian ulama. Hal itu memang ada benarnya karena faktor genetika itu memang memiliki pengaruh terhadap keturunan. Tidaklah diragukan bahwa faktor genetika itu memiliki pengaruh pada akhlak dan kondisi fisik keturunan.
[arabic-font]ولهذا جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله:”إن امرأتي ولدت غلاماً أسود” يعرض بعرض هذه المرأة كيف يكون الولد أسود وأبواه كل منهما أبيض فقال له الرسول عليه الصلاة والسلام:”هل لك من إبل قال نعم قال فما ألوانها قال حمر قال هل فيها من أورق قال نعم قال فأين لها ذلك فقال الرجل لعله نزعه عرق فقال النبي صلى الله عليه وسلم:ابنك هذا لعله نزعه عرق”[/arabic-font]
Oleh karena itu ada seorang laki-laki yang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Ya Rasulullah, isteriku melahirkan anak yang berkulit hitam”. Orang ini menuduh zina isterinya dengan menggunakan bahasa kiasan. Bagaimana mungkin anak yang lahir berkulit hitam padahal kedua orang tuanya berkulit putih. Nabi lantas bertanya kepadanya, ”Apakah anda memiliki banyak onta?” “Ya”, jawabnya. ”Apa warna kulit onta-onta tersebut?”, lanjut Nabi. ”Merah”, jawab orang tersebut. ”Apakah ada yang berwarna abu-abu?”, tukas Nabi. ”Ada”, jawab orang tersebut singkat. ”Dari mana kok ada yang berwarna abu-abu?”, lanjut Nabi. Orang tersebut menjawab dengan mengatakan, ”Boleh jadi karena faktor genetika”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ”Anakmu yang berkulit hitam itu boleh jadi karena faktor genetika” [HR Bukhari dan Muslim].
[arabic-font]فدل هذا على أن للوراثة تأثيراً ولا ريب في هذا[/arabic-font]
Hadits di atas menunjukkan bahwa faktor genetika itu mempengaruhi keturunan dan hal ini adalah hal yang tidak diragukan lagi.
[arabic-font]ولكن النبي عليه الصلاة والسلام قال:”تنكح المرأة لأربع لمالها وحسبها وجمالها ودينها فاظفر بذات الدين تربت يداك”[/arabic-font]
Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat faktor, hartanya, kemuliaan nenek moyangnya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah yang baik agamanya jika tidak maka anda akan menjadi orang yang sengsara”.
[arabic-font]فالمرجع في خطبة المرأة إلى الدين فكلما كانت أدين وكلما كانت أجمل فإنها أولى سواء كانت قريبة أم بعيدة وذلك لأن الدينة تحفظه في ماله وفي ولده وفي بيته والجميلة تسد حاجته وتغض بصره ولا يلتفت معها إلى أحد.[/arabic-font]
Jadi yang menjadi tolak ukur dalam menentukan wanita yang hendak dilamar adalah kualitas agamanya. Jika kualitas agama seorang wanita itu makin baik dan semakin cantik maka itulah yang paling layak untuk dinikahi baik wanita tersebut masih tergolong kerabat atau pun bukan kerabat. Kualitas agama yang bagus itu akan menyebabkan seorang wanita menjaga dengan baik harta dan anak suaminya. Wanita yang cantik itu akan memenuhi kebutuhan biologis suaminya dan menyebabkan pandangan suaminya hanya tertuju pada dirinya”.
Sumber: http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_6411.shtml
Artikel www.ustadzaris.com
by admin | Jun 30, 2011 | Fatwa Ulama
[arabic-font]ما حكم قتل النمل القارص ، حتى لو لم يقرص ، وكذا قتل باقي أنواع الحشرات ، التي في المنازل وغيرها ، حتى لو لم يكن منها الأذى ؟[/arabic-font]
Pertanyaan, “Apa hukum membunuh semut yang suka menggigit meski ketika itu sedang tidak menggigit? Demikian pula, apa hukum membunuh binatang-binatang kecil lain yang biasa ada di rumah atau pun tempat yang lain meski tidak mengganggu?”
الإجابة :
[arabic-font] ينتبه أن لا يقتل إلا ما كان مؤذيا ، أما الذي لا يؤذي فلا يقتل ، والأذى أنواع ، ومن الأذى بأن يكون وجودها في البيت ، وفي أماكن الجلوس ، هذا يعتبر نوعا من الأذى ، لا أحد يقبل الحشرات في بيته ، فيجوز إبعادها أو قتلها ، لا حرج إن شاء الله تعالى . والله أعلم .[/arabic-font]
Jawaban Syaikh Abdul Muhsin bin Nashir al Ubaikan, “Perhatikan, tidak boleh membunuh hewan kecuali yang mengganggu. Sedangkan hewan yang tidak mengganggu itu tidak boleh dibunuh. Bentuk gangguan hewan kepada manusia itu beragam bentuknya. Diantara bentuk gangguan hewan adalah keberadaannya di dalam rumah, atau di tempat-tempat yang biasa diduduki oleh orang. Kondisi ini terhitung gangguan. Tidak ada seorang pun yang ingin rumahnya dipenuhi oleh berbagai macam hewan kecil-kecil. Sehingga hewan-hewan yang ada di rumah itu boleh diusir atau pun dibunuhi. Sekali lagi, hukumnya adalah tidak mengapa, insya Allah”.
Sumber: http://al-obeikan.com/show_fatwa/3234.html
Artikel www.ustadzaris.com